Egoisme Iman dan Zikir
Oleh: EMHA
Ananiyah, Akuisme atau egoisme akan selalu menyertai dan menguasai manusia, dimana dan kapan pun juga. Bahkan setiap orang pada dasarnya mempunyai kecendurungan yang besar untuk menuju kearah pemuasan egosimenya. Dari sejak lahir manusia berpotensi menjadi baik dan buruk, dan potensi itu selalu menyertai manusia, dan tidak akan hilang atau dihilangkan.
Sejak pertama kali manusia mengenal kehidupan, sampai ahir-ahir ini, fenomena social menujukkan, bahwa kekerasan dan konflik sosial yang bermunculan dari berbagai penjuru dunia sampai kedaerah-daerah terpencil, masih akan terus berlangsung dan tidak akan kunjung selesai selama manusia masih hidup dan bernafas dalam dunia. Karena hal ini didasarkan pada egoisme yang masih mewarnai dalam kehidupannya. Kita masih akan terus menyaksikan pertikaian elit politik, masing-masing-masing tokoh, masih akan saling menuding dan saling menjatuhkan satu sama lain. Maka pengaruh petikaian para elit akan segera mengalir kebawah, yaitu kepada para pengikutnya. Jika para elit politik perang mulut, akar rumput pun terjadi gejolak dan perang fisik, dengan memukul merusak, membakar, bahkan membunuh.
Bara egoisme, akan tetap menyala, baik bagi mereka yang menang ataupun bagi mereka yang kalah. Bagi yang menang biasanya akan membuat mereka bergembira secara berlebihan, sementara yang kalah, akan menjadi dendam yang sewaktu-waktu dapat terlampiaskan, bila peluang itu ada.
Salah satu hadis Nabi yang terkenal adalah, ketika ia dan para shahabat baru saja menyelesaikan salah satu peperangan besar dan begitu melelahkan, Nabi mengatakan kepada umatnya ; “kita baru saja kembali dari peperangan yang kecil menuju peperangan yang besar. Kemudian beliau ditanya apakah perang yang besar itu ya Rasulullah? beliau menjelaskan bahwa peperangan yang besar itu adalah jihadunnafs”.
Jihadunnafs dapat diartikan sebagai peperangan untuk mengendalikan dan menudukan diri, egoisme, akuisme atau sesuatu yang serba aku. Oleh Rasulullah, peperangan ini dikatakan paling besar dan berat, karena manusia melawan sesuatu yang tersembunyi dalam dirinya sendiri, dan tidak dapat dilihat, tetapi mempunyai kekuatan yang luar biasa. Maka ketika manusia sudah dikuasai oleh egoismenya, ia dapat bertindak diluar batas kemanusiaan.
Egoisme memang tidak bisa hilang atau dihilangkan, tetapi hanya bisa ditundukan dan dikendalikan. Maka untuk mengendalikan ego, adalah dengan memunculkan cahaya penerang dalam qalbu. Dengan qalbu yang bercahaya, atau dengan bahwa al-Qur'an qalbun salim, manusia akan mengenali jalan yang salah dan yang benar, halal haram dan selanjutnya mempimpin dan mengarahkan seseorang untuk memilih kebenaran untuk menjalaninya. Kekuatan spiritual berfungsi menerangi qalbu, maka agar dapat memerangi egoisme hanya melaui iman. Iman bukan kata benda, yang bersipat jumud alias statis, tetapi iman adalah kata kerja yang dinamis-progresif. Iman adalah energi spiritual yang mengendalikan dan mengarahkan ego seseorang untuk mengerti, memilih dan menjalani kebenaran.
Maka salah satu piranti untuk memperterang iman, adalah banyak melakukan zikir. Zikir bukan hanya dengan lisan, tetapi juga dengan otak dan hati, sehingga ananiyah, egoisme, akuisme, atau semua serba aku, dapat ditekan pada titik terendah dan dapat dikendalikan, untuk kebaikan dan kemaslahatan bersama. Waallah’alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar